Harga minyak dunia masih tertahan di area pelemahan saat pelaku pasar menimbang peluang akhir perang Rusia–Ukraina setelah pertemuan tingkat tinggi antara AS dan Rusia. WTI diperdagangkan di bawah $59 per barel setelah turun sekitar 1,2% pada Selasa, sementara Brent ditutup dekat $62,45 per barel, turun sekitar 1,1%. Kremlin menyebut pertemuan Presiden Vladimir Putin dengan utusan AS Steve Witkoff dan Jared Kushner “sangat berguna”, tetapi belum menghasilkan kesepakatan damai.
Di saat yang sama, serangan terhadap aset energi Rusia terus berlanjut, termasuk serangan terbaru ke kapal yang terkait Rusia, meski pelakunya belum jelas. Putin memperingatkan bahwa Rusia bisa mempertimbangkan untuk menyerang kapal-kapal milik negara yang mendukung Ukraina jika serangan terhadap armada Rusia tidak berhenti. Di sisi lain, analis mengaku heran harga Brent tidak naik lebih tinggi mengingat berulangnya serangan ke infrastruktur energi Rusia, namun pasar kini lebih fokus pada penumpukan stok minyak.
Ketegangan geopolitik ini membuat pasar tetap gelisah dan menambah “premi risiko” pada harga minyak, sehingga sebagian mengimbangi kekhawatiran kelebihan pasokan. Sentimen juga diperburuk oleh sikap keras AS terhadap Venezuela, setelah Presiden Donald Trump mengisyaratkan Pentagon bisa segera menargetkan kartel narkoba dengan serangan darat. Situasi ini menambah lapisan risiko baru di pasar energi global.
Dari sisi fundamental, data industri menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik sekitar 2,5 juta barel dalam sepekan terakhir, dan stok bensin juga meningkat. Kenaikan stok ini menambah kekhawatiran bahwa pasokan bisa berlebih jika permintaan melemah. Menjelang rilis data resmi pemerintah pada Rabu, WTI kontrak Januari bergerak di sekitar $58,65 per barel pada pukul 08.35 pagi waktu Singapura, dengan pelaku pasar terus menimbang antara risiko geopolitik dan data stok yang kian menumpuk.
Sumber: newsmaker.id
